Trilogi
Santri
Oleh: Yudi Setiadi[1]
22 Oktober 2015 lalu, Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi), telah mengesahkan Hari Santri Nasional (HSN). Hari tersebut dipersembahkan
kepada sekelompok orang yang menyandang predikat santri. Sekelompok orang yang
memiliki keunikan tersendiri, mulai dari kehidupan -yang dipandang oleh sebagian
besar orang- kumuh hingga cara pengembangan keilmuan mereka yang memiliki corak
keistimewaan tersendiri dan tidak dimiliki oleh kalangan lain.
Keistimewaan
Santri
Banyak
keistimewaan santri yang tidak dimiliki oleh kalangan lain, salah satunya yakni
dari kuantitas dan kualitas kecerdasan. Santri dalam pengembangan
kecerdasannya, mereka mampu menyeimbangkan tiga dimensi kecerdasan yang
dimiliki manusia yakni kecerdasan intektual (IQ), emosional (EQ) dan Spiritual
(SQ).
Pembelajaran
yang dikembangkan di kalangan santri sangat ideal dalam menciptakan insan-insan
kamil. Pembelajaran tersebut dapat mengembangkan kecerdasan
intelektual (IQ), emosional (EQ) serta spiritual (SQ). Sebab visi dan misinya
adalah “Rahmatan lil ‘alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia
yang makmur, adil, damai, dan harmonis.
Kecerdasaan
intelektual (IQ) santri dikembangkan melalui pembelajaran yang unik dan tidak dimiliki
kalangan lain. Santri sering dituntut dengan deadline hafalan yang diberikan
oleh ustadz-ustadz dan kyai-kyai mereka. Selain itu, santri juga mempelajari
kitab-kitab kuning (kitab-kitab klasik) yang jarang ditemukan di kalangan lain.
Dari kitab-kitab tersebut santri mempelajari bahasa arab –baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagian besar pakar sepakat bahwa orang yang mampu
menguasai lebih dari satu bahasa memiliki kecerdasan lebih dibandingkan dengan
orang yang hanya menguasai satu bahasa.
Selain
kecerdasan intelektual (IQ), santri juga dapat mengembangkan kecerdasan
emosionalnya (EQ) secara natural. Kecerdasan emosional yang disepakati sebagai
kecerdasan yang berorientasi kepada perasaan dan erat hubungannya dengan
interaksi sosial. Santri mampu melakukan hal tersebut karena santri
menghabiskan waktu 24 jam bersama orang-orang sekaligus berinteraksi dengan
mereka. Bahkan santri dipaksa –mau tidak mau- untuk berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, yakni masyarakat. Mereka sering terlibat dalam kerja bakti,
tasyakuran dan kegiatan sosial lainnya. Hal inilah yang meningkatkan kecerdasan
emosinal santri. Dengan begitu, santri memiliki wawasan, sekaligus dapat
mengamalkan ilmuannya.
Terakhir
aspek kecerdasan spiritual. Keberadaan aspek ini kemungkinan besar dapat
dijamin pada diri santri. Kecerdasan ini diartikan sebagai kecerdasaan yang
menuntut manusia agar dapat memaknai segala aktifitas. Kecerdasan ini memang
lekat dengan istilah santri. Santri diajarkan untuk dapat memaknai segala hal
yang dia lakukan. Melihat lebih jauh arti perbuatannya. Memberi makna dan
mempersembahkan semua yang dilakukan hanya untuk yang Maha Tinggi yakni Allah
Swt.
Indonesia
Harus Meniru Santri
Indonesia sebagai bangsa yang memiliki sumber daya
alam melimpah seharusnya mampu memaksimalkan anugerah Tuhan untuk kepentingan
masyarakat. Namun ironi, banyak masyarakat yang tidak dapat
merasakan anugerah tersebut. Pada akhirnya, Anugerah tersebut hanya berupa
fatamorgana yang tak dapat memuaskan dahaga.
Banyak
faktor yang menyebabkan hal tersebut, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Namun, jika ditilik kembali, sumber dari keterpurukan bangsa dan
ketidaksanggupan bangsa dalam memaksimalkan sumber daya alam adalah pembelajaran/
pendidikan yang kurang tepat. Pendidikan di Indonesia cenderung memuja
kecerdasan intelektual dan mengabaikan kecerdasaan emosional dan spiritual.
Padahal intelektual hanyalah salah satu kecerdasan yang terdapat dalam diri
manusia.
Para pakar menyadari bahwa kesukesan seseorang
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, namun lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ). Tentunya ada yang salah dalam
pola pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM) dan penerapan sistem pendidikan nasional yakni terlalu mengedepankan
IQ dan mengabaikan EQ dan SQ. Itulah sebabnya, penerapan tiga dimensi
kecerdasan sangat penting dalam sistem pendidikan bangsa sebagai solusi dalam membentuk karakter manusia yang ideal.
Membentuk
Insan Kamil
Nampaknya
pemerintah dan masyarakat harus sadar dengan keunggulan yang dimiliki santri.
Keunggulan dalam pengembangan ketiga dimensi kecerdasan yang dimiliki kaum
santri.
meniru pembelajaran santri merupakan salah satu
pilihan efektif untuk menyelesaikan permasalahan bangsa. Hal ini mengingat
pembelajaran santri memiliki kelebihan dan keistimewaan yang dapat diterapkan
di Indonesia sebagaimana dijelasakan diatas.
Santri
dibimbing untuk dapat menyeimbangkan ketiga kecerdasaan. Bukan hanya menuntut
ilmu, santri juga mengamalkan semua ilmu yang didapat di pesantren. Lebih jauh,
santri memaknai dan memberikan semua yang ia kerjakan kepada Tuhan alam
semesta, Allah Swt. Hal ini dapat membentuk manusia menjadi insan kamilmukamal.
Komentar
Posting Komentar