Langsung ke konten utama

Pemimpin Multidimensi

Pemimpin Multidimensi


Pemimpin memiliki peranan yang sangat vital dalam suatu wilayah. Pemimpin merupakan seorang yang harus memiliki kecakapan dan kecerdasan lebih agar dapat membimbing dan mengarahkan yang dipimpinnya menuju pintu kebahagiaan. Pemimpin sebagai problem solver dituntut untuk berlaku kritis, bijaksana, adil dan teliti agar kelak keputusan yang diambil menghasilkan kemaslahatan bagi yang dipimpin. Oleh karena itu, masyarakat harus serius dan teliti dalam memilih pemimpin.

9 Desember 2015 kemarin Indonesia mengadakan hajat akbar yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di 269 wilayah di seluruh Indonesia guna memilih pemimpin baru (bupati, wali kota dan gubernur). Masyarakat sangat mengharapkan kehadiran pemimpin yang mampu menyelesaikan permasalahan multidimensi yang sedang dialami seluruh daerah di Indonesia, seperti, krisis ekonomi, prostitusi, korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya. Permasalahan kronis berkepanjangan yang dialami seluruh daerah di Indonesia tersebut harus segera diobati oleh tangan dingin seorang pemimpin. Idealnya, pemimpin mutlak memiliki dua hal. Pertama, kecerdasan (intelektual [IQ], emosional [EQ] dan spiritual [SQ]). Kedua, berani bekerja keras.

Pertama, pemimpin harus cerdas. Rakyat telah lama merindukan sesosok pemimpin yang memiliki kecerdasan. Bukan hanya kecerdasan intelektual namun juga kecerdasan emosional dan spiritual. Dengan ketiga kecerdasan tersebut, seorang pemimpin bukan saja mampu menggali solusi dari setiap permasalah (IQ), namun juga mampu membaca kondisi, keadaan, kebutuhan, dan kegelisahan rakyat (EQ) serta mampu memberi makna terhadap yang dilakukannya atas dasar keberagamaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa (SQ). Memang sulit merasakan manfaat kecerdasan spiritual seorang pemimpin, namun hal ini merupakan satu syarat  mutlak sebagaimana amanat butir pancasila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Kedua, pemimpin harus berani bekerja keras. Pemimpin Indonesia seyogyanya dapat menginternalisasikan secara mendalam dan mengaplikasikan secara serius perkataan Ki Hajar Dewantara yakni, “Ing ngarsa sung tuludo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani.”

Ing ngarsa sung tuludo. Seorang pemimpin harus mampu berada di depan sebagai penunjuk arah. Selain itu, pemimpin juga dituntut untuk menampilkan perangai yang baik serta komitmet kerja secara total agar masyarakat dapat menirunya.

Ing madya mangun karsa. Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang berani menempatkan diri ditengah masyarakat. Dia dituntut untuk bekerja bahu menbahu dengan masyarakat. Karena pada hakikatnya pemimpin juga adalah rakyat, “dari Rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” Sebagaimana diucapkan Abraham Lincoln.

Yang terakhir Tut wuri handayani. Selain mampu memberi arahan dan teladan di garda terdepan, berkerja bahu membahu bersama masyarakat, pemimpin juga harus mampu memberi dorongan kekuatan dari belakang, memotivasi serta mampu mengawasi kinerja orang yang dipimpinnya.

Jika kedua syarat diatas –cerdas dan berani bekerja- dimiliki oleh seluruh pemimpin daerah, Indonesia pasti akan mampu bersaing dan menunjukakn jati diri yang sesungguhnya di hadapan dunia. Apalagi Indonesia didukung dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Sekarang, Masyarakat hanya mampu berdoa dan berharap semoga kelak yang memimpin daerah ialah orang yang sesuai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paham al-Sharfah

Paham al-Sharfah Oleh: Yudi Setiadi [1] Al-Sharfah terambil dari kata  صرف ( Sharafa ) yang berarti ‘memalingkan’; dalam arti Allah Swt. memalingkan manusia dari upaya membuat semacam al-Qur’an, sehingga seandainya tidak dipalingkan, maka manusia akan mampu. Dengan kata lain, kemukjizatan al-Qur’an lahir dari faktor ekternal, bukan dari al-Qura’an sendiri. [2]             Ada sebagian pemikir yang mengakui ketidakmampuan manusia menyusun semacam al-Qur’an. Menurut mereka, ini bukan disebabkan oleh keistimewaan al-Qur’an, tetapi lebih disebabkan adanya campur tangan Allah Swt. dalam menghalangi manusia membuat semacam al-Qur’an. Paham ini menamai mukjizat al-Qur’an dengan Mukjizat al-Sharfah . [3] Menurut pandangan orang yang menganut al-Sharfah, Cara Allah Swt. memalingkan manusia ada dua macam. Pertama , mengatakan bahwa semangat mereka untuk menantang dilemahkan Allah Swt. Kedua , menyatakan bahwa cara Allah Swt. memalingkan adalah dengan cara mencabut pengetahuan dan ra

منظومة البيقونية (Manzumat al-Baiquniyah) matan dan terjemahan

أَبْـدَأُ بِالحَمْـدِ مُـصَلِّياً علـى * مُحَمَّــدٍ خَيْرِ نَبيِّ أُرْسِلا Aku memulai dengan memuji Allah dan bershalawat atas Muhammad, nabi terbaik yang diutus وَذي مـنْ أقسـامِ الحَديثِ عِدَّهْ * وَكُـلُّ وَاحِـدٍ أَتَى وَعَـدَّهْ Inilah berbagai macam pembagian hadits.. Setiap bagian akan datang penjelasannya أَوَّلُهَا الصَّحِيحُ وَهُـوَ مَا اتَّصَـلّْ* إسْنَادُهُ وَلَمْ يَشُـذَّ أَوْ يُعَـلّْ Pertama hadits shahih yaitu yang bersambung sanad nya, tidak mengandung syadz dan ‘illat يَرْويهِ عَدْلٌ ضَـابِطٌ عَنْ مِثْلِـهِ  * مُعْتَمَـدٌ فِي ضَبْطِهِ وَنَقْلِـهِ Perawi nya ‘adil dan dhabith yang meriwayatkan dari yang semisalnya (‘adil dan dhabith juga) yang dapat dipercaya ke-dhabith-an dan periwayatan nya وَالحَسَنُ المَعْروفُ طُرْقـاً وَغدَتْ * رِجَالَهُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَرَتْ (Kedua) Hadits Hasan yaitu yang jalur periwayatannya ma’ruf.. akan tetapi perawinya tidak semasyhur hadits shahih وَكُلُّ مَا عَنْ رُتْبَةِ الحُسْنِ قَصُـرْ * فَهُوَ

Filsafat Parmenides

Filsafat Parmenides Oleh: Yudi Setiadi [1] Biografi Parmenides Parmenides   adalah seorang   filsuf   dari   Mazhab Elea .   Arti nama Parmenides adalah "Terus Stabil", atau "Penampilan yang stabil". Di dalam Mazhab Elea, Parmenides merupakan tokoh yang paling terkenal. [2] Parmenides dilahirkan di kota Elea, Italia Selatan. Ia lahir sekitar tahun 540 SM. [3] Sumber lain mengatakan bahwa ia lahir sekitar tahun 450 SM. [4] Dalam kota tempat lahirnya ia dikenal sebagai orang besar. Ia ahli politik dan pernah memangku jabatan pemerintahan. Tetapi bukan karena itu namanya dikenal. Ia dikenal oleh orang banyak sebagai ahli pikir yang melebihi siapapun juga pada masanya. [5] Parmenides merupakan logikawan pertama dalam pengertian modern. Sistmnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak seperti Heraclitus, misalnya, yang menggunakan intuisi. Menurut penuturan Plato, pada usia 65 tahun ia bersama Zeno berkunjung ke Athena untuk berdialog deng