Manusia dan Al-Qur’an
Oleh: Yudi Setiadi[1]
Manusia merupakan makhluk yang paradoks. Satu sisi manusia adalah makhluk
individual, disisi lain manusia merupakan makhluk sosial.
Manusia adalah makhluk yang istimewa. Penciptaannya diumumkan
langsung oleh Tuhannya kepada seluruh malaikat. Hal tersebut terbukti dan
termaktub dalam kita suci Al-Qur’an dalam
surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi:
وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُكَ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“30. Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan di muka bumi itu seorang khalifah.” Mereka berkata: “Apakah
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (QS al-Baqarah [2]: 30)
Manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti makhluk
yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain. Definisi tersebut sesuai
dengan pemahaman Aristoteles.[2]
Menurutnya manusia adalah makhluk yang berpikir.
Hal tersebut dapat terlihat dari pembagian benda-benda yang
dikemukakan oleh Aristoteles. Aristoteles mengklasifikasikan benda-benda yang
ada di dunia ini menjadi dua bagian, yakni benda mati dan benda hidup. Benda
mati adalah benda yang tidak berkebutuhan apapun dan hanya dapat berubah jika
ada intervensi dari luar, seperti batu. Benda hidup adalah benda yang
membutuhkan sesuatu, dapat bertumbuh dan dapat berubah dengan seiring jalannya
waktu.
Benda hidup, menurut Aristoteles, dibagi lagi menjadi dua bagian. Pertama tumbuhan,
kedua makhluk. Akhirnya makhluk dikategorikan menjadi hewan dan manusia. Namun
yang membedakan manusia dari hewan adalah akalnya. Manusia dapat berpikir,
sedangkan hewan tidak.
Hal senada diucapkan Thomas Aquinas.[3]
Menurutnya, manusia adalah makhluk individual yang dianugerahi kodrat rasional.
Lebih lanjut Thomas Aquinas menyajikan sebuah teori bahwa, hakikat manusia
terdiri dari kesatuan antara jiwa (forma) dan badan (materia). Bagi Aquinas
tidak ada manusia kecuali jika sudah bersatunya jiwa dan badan.
Pendapat Aquinas tentang hakikat manusia berseberangan dengan
pemahaman Plato.[4]
Menurut Plato, hakikat manusia adalah jiwa. Adapun badan hanya sebuah alat yang
berguna ketika jiwa berada di dunia. Namun selain berguna di dunia, menurut Plato,
badan juga mengekang jiwa untuk mencapai kesempurnaan menuju dunia idea.[5]
Namun banyak yang berpendapat
bahwasanya manusia hanyalah makhluk homo
sapien atau hayawan an-natiq
(Manusia adalah hewan yang berpikir). Seiring perkembangan zaman, adagium
tersebut terbantahkan. Para ilmuwan menemukan bahwa tingkat intelektual manusia
hanyalah porsi kecil dari kecerdasan-kecerdasan yang manusia miliki. Ilmuwan
menemukan bahwa manusia memiliki tiga kecerdasan yang saling berhubungan, yakni
IQ, EQ dan SQ.
IQ adalah kecerdasan akal yang
berpusat di otak. EQ adalah kecerdasan emosional yang diperoleh dan berpusat di jiwa. Sedangkan SQ merupakan
kecerdasan yang didapat berkat kreatifitas rohani yang berpusat di roh.
Jika ditelaah ulang, konsep IQ, EQ dan SQ itu hampir mirip dengan
konsep yang dilontarkan oleh Sigmund Freud.[6] Freud
berpendapat, manusia memiliki tiga konsep kepribadian, yakni id, ego,
dan superego. Id merupakan bawaan
fisik biologis manusia yang agresif sejak dilahirkan di dunia. Ego adalah bagian rasional sekaligus
menjinakan id agar tidak senantiasa
agresif. Selain itu, ego merupakan
penyeimbang bagi subyektifitas manusia dan tuntutan obyektif realitas. Lebih
lanjut, ego membantu untuk
menyelesaikan problem subyektif manusia yang bertabrakan dengan kepentingan realitas. Sedangkan Superego bersifat moral dan
mengingatkan tugas ego agar
senantiasa menjinakan agresifitas id.
Meskipun tidak sama persis, kita dapat menyamakan konsep IQ, EQ dan SQ dengan konsep yang dibawa oleh
Freud. IQ adalah Id, EQ adalah Ego, sedangkan SQ adalah Superego.
Semua yang dikemukakan sebagai IQ, EQ, SQ serta Id, Ego, dan Superego yang membawa
pengertian manusia sebagai makhluk yang sempurna sebenarnya telah termaktub
dalam Al-Qur’an Surat At – Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“4. Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS al-Tin [95]: 4)
Mengenai IQ, EQ dan SQ,
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.[7]
berpendapat dalam bukunya bahwa ketiga kecerdasan diatas tidak dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur’an. Namun, masih perlu dikaji lebih mendalam beberapa
kata kunci yang berhubungan dengan ketiga pusat kecerdasan yang dihubungkan
dengan ketiga substansi manusia, yaitu unsur jasad yang membutuhkan IQ, unsur
nafsani yang membutuhkan EQ, dan unsur ruh yang membutuhkan SQ.
Dalam kitab suci Al-Qur’an kata
kunci yang memiliki arti manusia terdapat tiga bentuk term, diantaranya
Al-Basyr, Al-nsan dan An-Nas. Ketiga kata tersebut memiliki konotasi yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Al-Basyr sering kali mengindikasikan
term manusia kepada makna biologisnya sebagaimana surat (QS ali-Imran [3]: 4).
Al-Insan mengindikasikan term manusia sebagai makhluk istimewa, baik dari segi
moral maupun spiritual sebagaimana (QS al-Tin [95]: 4). Al-Nas mengindikasikan
term manusia kepada makna sosial sebagaimana (QS al-Hujurat [49]: 13).
Michael H. Hart dalam bukunya yang
berjudul 100 Tokoh Dunia Paling Berpengaruh menempatkan nama Muhammad
saw. Sebagai tokoh berpengaruh pertama yang pernah ada di dunia. Penempatan
Muhammad saw. sebagai manusia paling berpengaruh yang ada dikarenakan perannya
yang hampir sempurna. Muhammad saw. selain menjadi pimpinan dan panutan umat
Islam, Muhammad saw. juga menjadi pimpinan sekaligus panutan dalam rumah
tangga. Suatu hal yang sulit dilakukan oleh manusia manapun.
Dipilihnya Muhammad saw. sebagai rasul
dibekali kitab suci yang membenarkan kitab-kitab terdahulu, yakni Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai kitab suci, membawa pesan-pesan keilmuan yang dipadukan
dengan pesan ketauhidan.
Pesan-pesan keilmuan Al-Qur’an dapat
terlihat dari surat yang pertama kali turun yakni Al-Alaq: 1 yang berbunyi Iqra’
bismi rabbik. Kata iqra’ menunjukan bahwa Al-Qur’an sangat
memerintahkan manusia untuk membaca. Karena membaca merupakan pintu gerbang
menuju pengetahuan yang hakiki. Term selanjutnya yang disandingkan dengan term iqra’,
yakni bismi rabbik, menunjukan pesan ketauhidan yang dibawa Al-Qur’an
dan mengukuhkan bahwa sumber segala pengetahuan berasal dari Allah swt.
Teori tersebut didukung oleh Prof. Hull dalam
bukunya History and Philosophy science. Ia menuliskan bahwa agama dan
ilmu pengetahuan selalu mengalami pergumulan setiap enam abad.
Dimulai dari abad VI SM – I M yang dikuasai
oleh ilmu pengetahuan. Di fase ini ilmu pengetahuan mengalahkan doktrin-doktrin
agama. hal tersebut dibuktikan dengan munculnya ilmuan dan filosof asal Yunani
seperti, Thales, Democritus, Socrates, Plato, Aristoteles dan lain-lain.
Fase kedua dimulai dari abad I M
sampai VI masehi. Fase ini dimenangkan oleh agama. doktrin-doktrin agama sangat
melekat pada fase ini, sehingga tidak adanya ilmuwan yang muncul sama sekali.
Hal ini dapat dilihat di eropa dengan adanya the Dark Ages. Pada fase
ini terdapat raja-raja yang otoriter dan gereja yang memiliki super power.
Jika ada teori-teori pengetahuan yang berseberangan dengan doktrin raja dan gereja
maka akan dihukum.
Fase ketiga dimulai dari abad VI M
sampai XII M. Disinilah fase yang mengolaborasikan ilmu pengetahuan dan agama.
Fase ini merupakan fase kebangkitan islam. Hal tersebut ditandai dengan dengan
dilahirkannya Muhammad saw. (570 M).
Semua yang telah dipaparkan diatas
membuktikan kebenaran Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diturunkan Allah swt.
kepada Muhammad saw. Allah swt. berfirman dalam (QS al-Anbiyaa [21]: 107):
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِين
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
[1] Penulis adalah mahasiswa Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Tafsir Hadits
[2] Aristoteles
(384 – 322 SM) merupakan murid di Akademia Plato selama hamper dua puluh tahun.
Aristoteles bukan asli penduduk Athena. Dia dilahirkan di Macedonia dan dating
ke Akademia Plato ketika usia Plato 61 tahun. Ayahnya Aristoteles adalah
seorang dokter yang dihormati.
[3] Thomas
Aquinas (1225-1274) adalah seorang filsuf dan teolog dari Italiayang sangat berpengaruh pada abad pertengahan. Karya Thomas
Aquinas yang terkenal adalah Summa
Theologiae (1273), yaitu sebuah buku yang merupakan sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran GerejaKristen.
[4] Plato (lahir sekitar 427 SM -
meninggal sekitar347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia
barat.Ia adalah murid Socrates. Pemikiran
Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles.
[5] Dunia
idea menurut Plato merupakan dunia yang sebenarnya atau dunia yang sempurna.
Adapun dunia realitas merupakan refleksi dari dunia idea. Bagi Plato, semua
yang ada di dunia realitas tidak sempurna dan terdapat kecacatan.
[6] Sigmund Freud
dilahirkan pada tahun 1856 dan belajar ilmu kedokteran di Universitas Vienna.
Sebagian besar hidupnya dijalani di Vienna, yaitu pada masa ketika kehidupan
budaya di kota itu tengah berkembang. Dia mengambil keahlian khusus pada bidang
neurologi ketika masih cukup muda. Menjelang pengujung abad lalu, dan jauh
memasuki abad kita sekarang, dia mengembangkan ‘psikologi mendalam’ atau
‘psikoanalisis’.
[7] Prof. Dr.
Nasaruddin Umar, MA (lahir di
Ujung-Bone, Sulawesi
Selatan, 23
Juni 1959) adalah Wakil Menteri Agama Republik Indonesia yang menjabat dari tahun 2011 sampai 2014.
Komentar
Posting Komentar